
Islam: Agama Tauhid berdasarkan Hukum Aqli
Dalam mempelajari tauhid, kita mempergunakan hukum aqli (akal). Perlu kita memahami betul-betul maksud dari hukum akal itu.
Dalam hukum aqli terdapat tiga prinsip:
1. Wajib bagi akal
Wajib bagi akal artinya akal kita menerima adanya kebenaran akan sesuatu. Yang benarnya itu yang diterima akal, maka dikatakan sebagai "wajib bagi akal".Contoh: 1 + 1 = 2
Bagaimana akal kita tentang hal di atas? Menerima atau tidak? Kalau akal kita menerima adanya 1+1 = 2, hal inilah dikatakan "wajib bagi akal".
2. Mustahil bagi akal
Mustahil bagi akal maksudnya akal kita tidak menerima akan sesuatu.Contoh: 1 + 1 = 5
Akal kita tentu tidak menerima adanya 1 + 1 = 5 ini. Maka setiap yang tidak diterima kebenarannya oleh akal disebut "mustahil bagi akal". Kalau ada akal yang menerima 1 + 1 = 5, cepat-cepat bawa orang itu ke dokter syaraf.
3. Harus bagi akal.
Harus [jaiz] bagi akal maksudnya akal kita menerima sesuatu itu boleh ada, boleh juga tidak ada [mungkin].Contoh:
Kita melihat ada orang sakit kemudian meninggal dunia. Bagaimana akal kita mengenai ini? Akal kita berpendapat bukan penyakit yang mematikan orang itu karena ada orang yang tidak sakit pun mati. Jelaslah bukan penyakit yang menyebabkan kematian seseorang, hanya ada terjadi ketika sakitlah orang itu dimatikan Allah.

Ada lagi contoh, orang itu sehat dari sakit setelah diobati dokter. Akal kita tidak menerima bahwa dokter itulah yang menyembuhkan si sakit karena banyak anak-istri dokter, bahkan banyak pula dokter yang mati karena sakit.
Akal kita berpendapat orang itu disembuhkan Allah dari sakit ketika ditangani oleh dokter.
Ada juga orang yang mati tertabrak mobil. Akal kita tidak menerima ini karena mobil bukanlah barang mematikan. Ada juga orang yang tertabrak mobil, tetapi tidak mati. Akal berpendapat, ketika tertabrak mobil itulah orang itu dimatikan Allah.
Ada perkataan manusia pergi ke bulan. Akal kita berpendapat, bisa manusia itu sampai; bisa juga tidak sampai ke bulan.
Tentang dunia-akhirat, akal kita menerima bahwa alam dunia dan alam akhirat itu boleh di-ada-kan Allah, boleh juga tidak di-ada-kan Allah. Akal kita menerima bahwa bukan kewajiban bagi Tuhan meng-ada-kan dunia-akhirat itu. melainkan sekadar harus [boleh jadi]. Kalau ada yang wajib bagi Tuhan, tentulah ada Tuhan di atas Tuhan. Ini mustahil bagi akal.
Kalau kita memandang dunia-akhirat ini dari kita kepada Allah: hukumnya harus/jaiz alias kebolehjadian [probabilitas]. Kalau kita memandang dari Tuhan kepada dunia-akhirat, wajib diterima akal bahwa Tuhan-lah yang meng-ada-kan keduanya.
...bersambung...


By
Published: 2013-04-05T06:19:00+07:00
Islam: Agama Tauhid dengan Hukum Aqli | Pengajian Ibu-Ibu